KH. Maman Imanulhaq, anggota Komisi VIII DPR RI dan pengasuh pondok pesantren Al Mizan, Majalengka |
CN
– Penerapan perubahan kuota haji 2026 dinilai terlalu tergesa-gesa sehingga
menimbulkan keresahan masyarakat, khususnya di Jawa Barat.
Hal tersebut diungkapkan anggota Komisi VIII DPR RI, KH. Maman Imanulhaq, melalui siaran pers yang diterima, Kamis, 13 November 2025. “Kebijakan Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia terkait perubahan kuota haji tahun 2026 memang terjadi akibat penerapan sistem baru berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,” tutur Kang Maman, panggilan akrab KH Maman Imanulhaq.
Kebijakan tersebut, lanjut Kang Maman, memang merupakan bagian dari reformasi sistem waiting list nasional. “Namun penerapannya kami nilai terlalu tergesa-gesa. Sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama di Jawa Barat,” tutur Kang Maman.
Salah satu daerah yang mengalami dampak besar adalah Kabupaten Subang, yang kuotanya turun drastis dari 1.126 pada 2025 menjadi hanya 244 jemaah calon haji pada 2026 mendatang atau berkurang sebanyak 882 orang. “Saya memahami bahwa kebijakan ini adalah konsekuensi dari penerapan sistem baru yang diatur dalam UU No. 14 Tahun 2025. Namun yang menjadi pertanyaan publik adalah mengapa diterapkan begitu cepat. Jika diberlakukan mulai tahun 2027, masyarakat akan lebih siap dan tidak terjadi kegelisahan,” tutur Kang Maman.
Tidak hanya di Kabupaten Subang, dari data yang beredar, lanjut Maman, menunjukkan penurunan kuota tajam di daerah lain di Jawa Barat. Seperti Kota Bandung turun dari 2.008 calon haji menjadi 1.495 jemaah, Kabupaten Bogor dari 2.655 menjadi 1.598 calon haji, Kabupaten Sukabumi dari 990 menjadi 124 calon haji. Ada juga Kabupaten Cianjur dari 858 menjadi 59 calon haji, Kabupaten Tasikmalaya dari 862 menjadi 309 calon haji, Kabupaten Sumedang dari 511 menjadi 72 calon haji, dan Kabupaten Majalengka dari 714 menjadi 527 calon haji. “Perubahan besar semacam ini seharusnya disertai sosialisasi, koordinasi, dan masa transisi yang memadai agar masyarakat tidak kehilangan kepercayaan terhadap tata kelola haji nasional,” tutur Kang Maman.
Sebelumnya, Bupati Subang, Reynaldi Putra Andita Budi Raemi, juga telah melayangkan surat resmi kepada Menteri Haji dan Umrah Republik Indonesia yang berisi keberatan atas penetapan kuota haji 2026. Dalam surat itu, Bupati Subang meminta agar kuota dikembalikan ke jumlah semula, atau setidaknya dilakukan penyesuaian bertahap yang lebih manusiawi. Ia juga menekankan bahwa rasionalisasi kuota sebaiknya diberlakukan mulai tahun 2027 agar masyarakat memiliki waktu adaptasi yang cukup.
“Apa yang dilakukan Bupati Subang merupakan bentuk kepedulian terhadap warganya. Karena itu, Komisi VIII DPR RI akan menindaklanjutinya dengan meminta penjelasan resmi dari Kementerian Haji dan Umrah. Kami ingin memastikan agar kebijakan ini berjalan sesuai asas keadilan dan tidak menimbulkan keresahan di daerah,” tutur Kang Maman, yang juga tokoh Nahdlatul Ulama dan Pembina Pesantren Ekologi Al-Mizan Majalengka tersebut.
Kang Maman menambahkan bahwa DPR RI mendukung penuh reformasi penyelenggaraan ibadah haji yang diatur dalam undang-undang baru tersebut, namun pelaksanaannya harus disesuaikan dengan kesiapan teknis dan sosial di lapangan. “Tujuannya tentu baik, yaitu memperbaiki sistem waiting list agar lebih efisien dan adil. Tetapi penerapannya jangan tergesa-gesa sampai menimbulkan keresahan. Pemerintah harus memberi waktu adaptasi dan melakukan komunikasi publik yang intensif,” tegasnya.
Selanjutnya Kang Maman juga mengingatkan pentingnya menjaga kepercayaan umat terhadap tata kelola haji nasional. “Haji adalah ibadah suci yang melibatkan pengorbanan besar. Negara dan Kementerian Haji dan Umrah wajib memastikan setiap kebijakan dijalankan dengan asas keadilan, transparansi, dan keberpihakan pada umat,” tutur Kang Maman. (Hid)