Seorang pekerja di PT Ling Rich, Cirebon |
CN – Sebanyak lima perusahaan besar di wilayah pengawasan mencatatkan nilai ekspor hingga Rp 11,12 triliun.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun kinerja
ekspor di wilayah pengawasan Bea Cukai Cirebon menunjukkan geliat positif
sepanjang tahun ini hingga mencapai Rp 11,12 triliun. Kontribusi terbesari
diberikan oleh PT Long Rich dengan nilai Rp Rp 4,24 triliun. Disusul oleh PT
Shoetown Ligung Indonesia di posisi kedua dengan capaian Rp2,56 triliun, PT
Litebag Indonesia menempati urutan ketiga sebesar Rp2,10 triliun.
Ada pun dua perusahaan lainnya yaitu PT Limbros dan PT
Diamond, masing-masing dengan nilai ekspor Rp1,13 triliun serta Rp1,09 triliun.
Kepala Kantor Bea Cukai Cirebon, Abdul Rasyid, menjelaskan
nilai tersebut merupakan bukti bukti kuat ketahanan industri daerah di tengah
kompetisi global. Menurut Rasyid, struktur ekspor Cirebon masih ditopang oleh
produk alas kaki, garmen, serta manufaktur ringan yang telah lama menjadi
unggulan.
“Perusahaan-perusahaan ini menunjukkan bahwa industri
berbasis padat karya di Cirebon tetap mampu bersaing. Bahkan, nilai ekspor dari
lima besar saja sudah menyentuh lebih dari Rp11 triliun, angka yang patut
diapresiasi,” tutur Rasyid, beberapa waktu lalu.
Wilayah kerja Bea Cukai Cirebon selama ini dikenal
sebagai sentra produksi alas kaki dan tekstil. PT Long Rich, misalnya,
mendominasi karena produk sepatu yang diekspor ke pasar Amerika Serikat dan
Eropa. Permintaan stabil dari kedua kawasan tersebut menjadikan perusahaan ini
sebagai motor penggerak ekspor regional.
Selanjutnya Rasyid menambahkan bahwa kontribusi PT
Shoetown Ligung Indoneaia dan PT Lenten juga tidak kalah penting. Keduanya
banyak menyalurkan produk fashion dan perlengkapan rumah tangga ke pasar Asia
serta Timur Tengah. “Diversifikasi pasar
tujuan ekspor menjadi kunci. Perusahaan di Cirebon sudah memahami strategi ini
sehingga risiko fluktuasi permintaan bisa ditekan,” jelasnya.
Meskipun nilainya lebih kecil dibanding tiga besar, PT
Limbros dan PT Diamond tetap berperan dalam ekosistem ekspor. Dengan capaian
lebih dari Rp1 triliun, keduanya menjadi penopang bagi total kontribusi
wilayah.
Selain kinerja perusahaan, dukungan fasilitas Tempat
Penimbunan Berikat (TPB) menjadi faktor penting. Bea Cukai Cirebon mencatat
penerima fasilitas ini terus meningkat sepanjang 2025. TPB memberikan kemudahan
berupa penangguhan bea masuk, pengembalian bea, hingga efisiensi logistik. “Semakin
banyak perusahaan yang memanfaatkan TPB, semakin efisien pula proses produksi
mereka. Hal ini mendorong daya saing di pasar global dan memperkuat posisi
Cirebon sebagai basis ekspor Jawa Barat,” jelas Rasyid.
Rasyid pun menambahkan bahwa pertumbuhan ekspor masih
terbuka lebar. Bea Cukai berkomitmen melanjutkan reformasi layanan,
digitalisasi perizinan, serta penguatan sinergi dengan pelaku industri. Ia juga
menyoroti perlunya menjaga kualitas produk agar tetap sesuai standar
internasional.
Dengan capaian lebih dari Rp11 triliun hanya dari lima
eksportir terbesar, kontribusi ekspor Cirebon diharapkan mampu memperkuat
perekonomian daerah. Industri padat karya yang menyerap ribuan tenaga kerja
menjadi faktor penting dalam menjaga stabilitas sosial ekonomi. “Ekspor bukan
sekadar angka devisa. Ada ribuan pekerja yang bergantung pada keberlanjutan
industri ini. Karena itu, menjaga iklim usaha kondusif adalah prioritas
bersama,” tutur Rasyid. (Ris)